Ketika manusia mencoba mengupas
keagungan Al-Qur’an Al-Karim, maka ketika itu pulalah manusia harus tunduk
mengakui keagungaan dan kebesaran Allah SWT. Karena dalam Al-Qur’an terdapat
lautan makna yang tiada batas, lautan keindahan bahasa yang tiada dapat dilukiskan
oleh kata-kata, lautan keilmuan yang belum terfikirkan dalam jiwa manusia dan
berbagai lautan-lautan lainnya yang tidak terbayangkan oleh indra kita. Oleh
karenanya, mereka-mereka yang telah dapat berinteraksi dengan Al-Qur’an sepenuh
hati, dapat merasakan ‘getaran keagungan’ yang tiada bandingannya.Mereka dapat
merasakan sebuah keindahan yang tidak terhingga, yang dapat menjadikan
orientasi dunia sebagai sesuatu yang teramat kecil dan sangat kecil sekali.
Sayid Qutub, di dalam muqadimah Fi Dzilalil Qur’annya mengungkapkan:
اHidup di bawah naungan Al-Qur’am
merupakan suatu kenikmatan. Kenikmatan yang tiada dapat dirasakan, kecuali
hanya oleh mereka yang benar-benar telah merasakannya. Suatu kenikmatan yang
mengangkat jiwa, memberikan keberkahan dan mensucikannya…. Dan Al-Hamdulillah…
Allah telah memberikan kenikmatan pada diriku untuk hidup di bawah naungan
Al-Qur’an beberapa saat dalam perputaran zaman. Di situ aku dapat merasakan
sebuah kenikmatan yang benar-benar belum pernah aku rasakan sebelumnya sama
sekali dalam hidupku.
Definisi
Dari segi bahasa, Al-Qur’an berasal
dari qara’a, yang berarti menghimpun dan menyatukan.Sedangkan Qira’ah
berarti menghimpun huruf-huruf dan kata-kata yang satu dengan yang lainnya
dengan susunan yang rapih. (Al-Qattan, 1995 : 20) Mengenai hal ini, Allah berfirman (QS. 75 :
17):
إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ
* فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ *
“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah
mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.Apabila Kami
telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.”
Al-Qur’an juga dapat berarti bacaan,
sebagai masdar dari kata qara’a. Dalam arti seperti ini, Allah SWT mengatakan
(QS. 41 : 3):
كِتَابٌ فُصِّلَتْ آيَاتُهُ قُرْآنًا
عَرَبِيًّا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
“Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya,
yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui.”
Adapun dari segi istilahnya,
Al-Qur’an adalah:
كَلاَمُ اللهِ الْمُعْجِزُ
الْمُنَزَّلُ عَلَى قَلْبِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَنْقُوْلُ
بِالتَّوَاتِرِ الْمُتَعَبَّدُ بِتِلاَوَتِهِ
Al-Qur’an adalah Kalamullah yang
merupakan mu’jizat yang ditunukan kepada nabi Muhammad SAW, yang disampaikan
kepada kita secara mutawatir dan dijadikan membacanya sebagai ibadah.
Keterangan dari definisi di atas adalah sebagai berikut:
1.
(كلام الله)
Kalam Allah.
Bahwa Al-Qur’an merupakan firman
Allah yang Allah ucapkan kepada Rasulullah SAW melalui perantaraan malaikat
Jibril as.Firman Allah merupakan kalam (perkataan), yang tentu saja tetap
berbeda dengan kalam manusia, kalam hewan ataupun kalam para malaikat.
Allah berfirman (QS. 53 : 4) :
2.
(المعجز)
Mu’jizat.
Kemu’jizaan Al-Qur’an merupakan suatu
hal yang sudah terbukti dari semejak zaman Rasulullah SAW hingga zaman kita dan
hingga akhir zaman kelak.Dari segi susunan bahasanya, sejak dahulu hingga kini,
Al-Qur’an dijadikan rujukan oleh para pakar-pakar bahasa. Dari segi isi
kandungannya, Al-Qur’an juga sudah menunjukkan mu’jizat, mencakup bidang ilmu
alam, matematika, astronomi bahkan juga ‘prediksi’ (sebagaimana yang terdapat
dalam surat Al-Rum mengenai bangsa Romawi yang mendapatkan kemenangan setelah
kekalahan), dsb. Salah satu bukti bahwa Al-Qur’an itu merupakan mu’jizat adalah
bahwa Al-Qur’an sejak diturunkan senantiasa memberikan tantangan kepada umat manusia
untuk membuat semisal ‘Al-Qur’an tandingan’, jika mereka memiliki keraguan
bahwa Al-Qur’an merupakan kalamullah. Allah SWT berfirman (QS. 2 : 23 - 24):
Bahkan dalam ayat lainnya, Allah
menantang mereka-mereka yang ingkar terhadap Al-Qur’an untuk membuat semisal
Al-Qur’an, meskipun mereka mengumpulkan seluruh umat manusia dan seluruh bangsa
jin sekaligus (QS. 17 : 88):
3.
(المنزل على قلب محمد صلى الله عليه وسلم) Diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Bahwa Al-Qur’an ini diturunkan oleh
Allah SWT langsung kepada Rasulullah SAW melalui perantaraan malaikat Jibril
as. Allah SWT menjelaskan dalam Al-Qur’an (QS. 26 : 192 - 195)
4.
لمتعبد بتلاوته) Membacanya
sebagai ibadah.
Dalam setiap huruf Al-Qur’an yang
kita baca, memiliki nilai ibadah yang tiada terhingga besarnya.Dan inilah
keistimewaan Al-Qur’an, yang tidak dimiliki oleh apapun yang ada di muka bumi
ini. Allah berfirman (QS. 35 : 29 – 39)
إ Dalam
sebuah hadits, Rasulullah SAW juga pernah mengatakan:
Dari Abdullah bin Mas’ud ra,
Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa yang membaca satu huruf dari kitabullah
(Al-Qur’an), maka ia akan mendapatkan satu kebaikan. Dan satu kebaikan itu
dengan sepuluh kali lipatnya.Aku tidak mengatakan bahwa Alif Lam Mim sebagai
satu haruf.Namun Alif merupakan satu huruf, Lam satu huruf dan Mim juga satu
huruf.” (HR. Tirmidzi)
Konsekwensi Keimanan Terhadap
Al-Qur’an.
Bagi mereka yang memiliki keimanan kepada
Allah, terdapat beberapa hal yang menjadi konsekwensi keimanan mereka terhadap
Al-Qur’an, yaitu:
1.
(الأنس به)
Senantiasa ‘dekat’ dengan Al-Qur’an.
Dekat dengan Al-Qur’an maksudnya
adalah senantiasa memiliki keinginan untuk berinteraksi secara dekat dengan
Al-Qur’an. Interaksi ini tergambarkan dalam dua hal:
a)
(تعلمه)
Mempelajarinya.
Al-Qur’an ibarat lautan yang sarat
dengan mutiara-mutiara yang tiada terhingga jumlahnya. Dari sisi manapun kita
membuka lembaran-lembaranya, akan kita jumpai hal-hal yang tidak pernah kita
dapatkan sebelumnya di manapun. Oleh karena itulah, mempelajari Al-Qur’an
merupakan satu hal yang teramat sangat penting dalam kehidupan
b)
تعليمه) Mengajarkannya pada orang
lain.
Sebagai seorang muslim yang baik,
tidak akan merasa cukup dengan mempelajarinya saja untuk kemudian dijadikan
bekal bagi dirinya sendiri. Namun lebih dari itu, setiap muslim memiliki
kewajiban untuk mengajarkannya kepada orang lain. Bahkan dalam sebuah hadits
Rasulullah SAW mengatakan bahwa pengajar Al-Qur’an adalah sebaik-baik mu’min:
عَنْ
عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ (رواه البخاري)
Dari Utsman ra, Rasulullah SAW
bersabda, ‘Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan
mengajarkannya). (HR. Bukhari)
2.
(تربية النفس به)
Mentarbiyah diri dengan Al-Qur’an.
Al-Qur’an merupakan Kitabul
Hidayah, yang dapat merubah suatu kondisi masyarakat dari kejahiliyahan
menuju masyarakat Islam. Rasulullah SAW telah membuktikannya dengan merubah
kondisi bangsa Arab yang suka peperangan, perampasan hak, kedustaan, khomer,
perzinaan, pembunuhan, riba dan lain sebagainya menjadi masyarakat yang cinta
perdamaian, persamaan hak, kejujuran, kasih sayang, keadilan dan lain
sebagainya.
3.
(التسليم لأحكامه)
Menerima sepenuh hati segala hukum yang terdandung di dalamnya.
Jika kita memahami bahwa bahwa
Al-Qur’an merupakan Kalam Allah yang diwahyukan kepada Rasulullah SAW, tentulah
kita akan dengan segera melaksanakan isi kandungan dari Al-Qur’an. Karena
segala perintah, larangan, pesan atau apapun yang terdapat di dalamnya,
merupakan perintah, larangan, pesan dari Allah SWT. Dan di sinilah keimanan
kita akan diuji oleh Allah SWT. Orang yang beriman, ia akan dengan segera
melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Allah berfirman (QS. 33
: 36)
“Dan
tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang
mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada
bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang
nyata.”
4.
(الدعوة إليه)
Berda’wah (mengajak) orang lain kepada Al-Qur’an.
Karena kita meyakini bahwa hanya
Al-Qur’anlah satu-satunya pedoman hidup yang dapat membahagiakan manusia baik
di dunia maupun di akhirat.Hanya Al-Qur’anlah yang dapat memberikan keteduhan,
ketenangan dan kesejukan dalam tiap diri insan. Allah SWT mengatakan (QS. 16 :
125)
Al-Qur’an Sebagai Minhajul Hayah.
Konsepsi
inilah yang pada akhirnya dapat mengeluarkan umat manusia dari kejahiliyahan
menuju cahaya Islam.Dari kondisi tidak bermoral menjadi memiliki moral yang
sangat mulia.Dan sejarah telah membuktikan hal ini terjadi pada sahabat
Rasulullah SAW. Sayid Qutub mengemukakan (1993 : 14) :
“Bahwa sebuah generasi telah terlahir
dari da’wah – yaitu generasi sahabat – yang memiliki keistimewaan tersendiri
dalam sejarah umat Islam, bahkan dalam sejarah umat manusia secara keseluruhan.
Generasi seperti ini tidak muncul kedua kalinya ke atas dunia ini sebagaimana
mereka… Meskipun tidak disangkal adanya beberapa individu yang dapat menyamai
mereka, namun tidak sama sekali sejumlah besar sebagaimana sahabat dalam satu
kurun waktu tertentu, sebagaiamana yang terjadi pada periode awal dari
kehidupan da’wah ini…”
Cukuplah kesaksian Rasulullah SAW
menjadi bukti kemulyaan mereka, manakala beliau mengatakan dalam sebuah
haditsnya:
عن عِمْرَانَ بْنَ حُصَيْنٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
خَيْرُكُمْ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
“Dari Imran bin Hushain ra,
Rasulullah SAW bersabda: ‘Sebaik-baik kalian adalah generasi yang ada pada
masaku (para sahabat) , kemudian generasi yang berikutnya (tabi’in) , kemudian
generasi yang berikutnya lagi (atba’ut tabiin). (HR. Bukhari)”
Imam Nawawi secara jelas mengemukakan
bahwa yang dimaksud dengan ‘generasi pada masaku’ adalah sahabat Rasulullah
SAW. Dalam hadits lain, Rasulullah SAW juga mengemukakan mengenai keutamaan
sahabat:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ
الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ
مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيفَهُ (رواه
البخاري)
Dari Abu Sa’id al-Khudri ra,
Rasulullah SAW bersabda, ‘Janganlah kalian mencela sahabat-sahabatku. Karena
sekiranya salah seorang diantara kalian menginfakkan emas sebesar gunung uhud,
niscaya ia tidak akan dapat menyamai keimanan mereka, bahkan menyamai
setengahnya pun tidak. (HR. Bukhari).
Sayid
Qutub mengemukakan (1993 : 14 – 23) , terdapat tiga hal yang melatar belakangi
para sahabat sehingga mereka dapat menjadi khairul qurun, yang tiada
duanya di dunia ini. Secara ringkasnya adalah sebagai berikut:
pertama, karena
mereka menjadikan Al-Qur'an sebagai satu-satunya sumber petunjuk jalan, guna
menjadi pegangan hidup mereka, dan mereka membuang jauh-jauh berbagai sumber
lainnya.
Kedua, ketika
mereka membacanya, mereka tidak memiliki tujuan untuk tsaqofah, pengetahuan,
menikmati keindahannya dan lain sebainya. Namun mereka membacanya hanya untuk
mengimplementaikan apa yang diinginkan oleh Allah dalam kehidupan mereka.
Ketiga, mereka
membuang jauh-jauh segala hal yang berhubungan dengan masa lalu ketika
jahiliah. Mereka memandang bahwa Islam merupakan titik tolak perubahan, yang
sama sekali terpisah dengan masa lalu, baik yang bersifat pemikiran maupun
budaya.
Dengan
ketiga hal inilah, generasi sahabat muncul sebagai generasi terindah yang
pernah terlahir ke dunia ini. Di sebabkan karena ‘ketotalitasan’ mereka ketika
berinteraksi dengan Al-Qur’an, yang dilandasi sebuah keyakinan yang sangat
mengakar dalam lubuk sanubari mereka yang teramat dalam, bahwa hanya Al-Qur’an
lah satu-satunya pedoman hidup yang mampu mengantarkan manusia pada kebahagiaan
hakiki baik di dunia maupun di akhirat.