Merupakan sebuah masalah klasik yang telah menjadi perdebatan Ulama' sejak masa yang awal dalam Islam, terutama di kalangan Ulama Kalam dan Usul Fiqh. Secara Umum mereka terbagi atas dua kelompok pendapat dalam menyikapi masalah ini, yakni Bagaimana mereka yang belum mendapatkan/menerima da'wah rasul atau hidup dalam masa sebelu datangnya rasul dikenai Taklif ( perintah dan larangan Tuhan ) atau tidak ?
Pendapat pertama mengatakan, bahwa orang yang belum sampai dakwah rasul kepadanya itu tetap dikenai taklif karena ia telah dianugerahi akal oleh Tuhan, yang dengan akal itu ia dapat mengetahui mana yang baik yang buruk dan dapat pula mengenal Tuhan dan melakukan kesyukuran kepada-Nya.
Pendapat kedua menyatakan sebaliknya. Orang yang belum tahu tentang adanya da'wah Rasul itu sama sekali tidak dikenai taklif sebab akal manusia semata tidak dapat mengetahui yang baik dan buruk dan tidak dapat memahami wajibnya melakukan kesyukuran kepada Tuhan Peberi Nikmat. Semua itu hanya dapat diketahui oleh manusia melalui wahyu Tuhan yang dibawa oleh Rasul. Oleh karena itu tidak wajib atasnya untuk beriman dan beramal shaleh serta tidak diharamkan atasnya kufur dan perbuatan maksiat.
Di dalam al-Quran memang terdapat ayat-ayat yang dapat diintepretasi untuk mendukung kedua paham tersebut. Misalnya untuk pendapat kedua dapat dikuatkan dengan firman Allah SWT
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولا ....
Artinya : ... dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul. ( Q.S. Al-Israa' [17] : 15 )
Firman Allah SWT di ayat yang lain yang juga memperkuat pendapat kedua ini yaitu :
وَمَا كَانَ رَبُّكَ مُهْلِكَ الْقُرَى حَتَّى يَبْعَثَ فِي أُمِّهَا رَسُولا يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِنَا وَمَا كُنَّا مُهْلِكِي الْقُرَى إِلا وَأَهْلُهَا ظَالِمُونَ
Artinya : Dan tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kelaliman.( Q.S. al-Qashash [28] : 59 )
وَلَوْ أَنَّا أَهْلَكْنَاهُمْ بِعَذَابٍ مِنْ قَبْلِهِ لَقَالُوا رَبَّنَا لَوْلا أَرْسَلْتَ إِلَيْنَا رَسُولا فَنَتَّبِعَ آيَاتِكَ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَذِلَّ وَنَخْزَى
Artinya : Dan sekiranya Kami binasakan mereka dengan suatu azab sebelum Al Qur'an itu (diturunkan), tentulah mereka berkata: "Ya Tuhan kami, mengapa tidak Engkau utus seorang rasul kepada kami, lalu kami mengikuti ayat-ayat Engkau sebelum kami menjadi hina dan rendah?" ( Q.S. Thahaa [20] : 134 )
Selain itu, terdapat juga ayat-ayat yang secara umum menyatakan bahwa siapa pun yang percaya tentang adanya Tuhan dan Hari kemudian serta berbuat baik akan mendapatkan keselamatan di Akhirat, seperti Firman Allah SWT dalam Al-Quran.
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ
Artinya : Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Selain itu, Firman Allah dalam al-Quran Surah al-Maidah [5] ayat 100 menyatakan bahwa "tidak sama yang buruk dengan yang baik". Ini artinya bahwa siapapun yang berbuat baik tidak sama nasibnya di hadapan Tuhan dengan orang yang berbuat Buruk.
Mengernai as-Sunnah, sepanjang penelitian yang dilakukan sejauh ini, belum ditemukan nash Hadits yang langsung membahas mengenai masalah ini. Lagi pula masalah-masalah aqidah harus didasarkan atas Hadits-Hadits yang mutawatir, yang dalam kenyataannya agak langka. Oleh karena itu pendapat-pendapat mengenai masalah ini biasanya didasarkan pada ayat-ayat al-Quran yang disebutkan di atas.
Memang terdapat ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Allah Yang Maha Esa, Tinggi, tidak akan menghukum manusia karena melanggar apa yang diajarkan para Rasul kecuali kalau mereka telah menerima da'wah dari para Rasul itu dan telah tegak hujah agama terhadap mereka. Hal itu karena hukuman jenis ini berdasarkan ketetapan Illahi dan tidak akan terwujud tanpa adanya Ketetapan Tuhan yang mengakibatkan adanya hukuman itu. Namun demikian terdapat juga ayat-ayat lain yang menunjukkan adanya hisab dan balasan umum serta secara adil sesuai dengah pengaruh perbuatan-perbuatan terhadap diri manusia.
Barangsiapa berbuat buruk dan mengotori jiwanya tidak mungkin sama di sisi Allah, padahal kelakuan, kepercayaan, dan akhlak mereka berbeda dari segi baik buruknya?
قُلْ لا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا أُولِي الألْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya : Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan." (Q.S. al-Maidah [5] :100 )
مَثَلُ الْفَرِيقَيْنِ كَالأعْمَى وَالأصَمِّ وَالْبَصِيرِ وَالسَّمِيعِ هَلْ يَسْتَوِيَانِ مَثَلا أَفَلا تَذَكَّرُونَ
Artinya : Perbandingan kedua golongan itu (orang-orang kafir dan orang-orang mukmin), seperti orang buta dan tuli dengan orang yang dapat melihat dan dapat mendengar. Adakah kedua golongan itu sama keadaan dan sifatnya? Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran (daripada perbandingan itu)? ( Q.S. Huud [11] : 24 )
Kesimpulannya adalah orang yang belum menerima da'wah Rasul tetapi mengakui dan beriman terhadap kebenaran Tuhan dan Hari Pembalasan serta berbuat kebajikan akan mendapat balasan Tuhan, walau pun dia belum beribadah kepada-Nya, seperti yang dilakukan oleh umat Islam. Kewajiban beribadah itu hanya berlaku kepada orang yang telah sampai kepadanya dakwah agama. Jadi sulitlah diterima pandangan bahwa orang yang belum menerima da'wah Rasul itu sama seperti orang gila, yaitu tidak diperhitungkan kebajikan dan keburukannya.
Wallahu a'lam bis showab...
Pustaka : Tim PP Muhammadiyah. 2003. Tanya Jawab Agama 4. Suara Muhammadiyah : Yogyakarta.